Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan, menciptakan binatang dan tumbuhan, menciptakan budaya dan bangsa, menciptakan wilayah dan lingkungan, mencipatakan iklim gunung dan pantai. Menciptakan agama, ras dan masyarakat antar golongan. Jika pembaca maknai dari apa yang telah Tuhan ciptakan, maka dalam hati yang terdalam ingin saya sampaikan bahwa “Tuhan tidak mau mengalami perihal bosan”. – Merawatingat
Indonesia menjadi negara yang telah berhasil mempromosikan
keberagaman dan toleransi khususnya dalam keberagaman sosio-religius dan
pluralisme di kancah dunia internasional. Hal tersebut bukan tanpa bukti, bahkan
Presiden Amerika Serikat Barack Obama telah mengakui dalam pidatonya ketika
dirinya berkunjung ke Indonesia beberapa tahun yang lalu. Indonesia memiliki keberagaman
agama, ras, bahasa dan masyarakat antar golongan namun semuanya bisa hidup
harmonis dan damai berdampingan dalam setiap kehidupan berbangsa dan
bernegaranya. Anugrah terindah tersebut
disanjung baik oleh masyarakat global terkait kerukunan dalam keberagaman yang
bangsa kita miliki. Karena hal itu merupakan bagian dari prestasi yang sudah
selayaknya sebagai bangsa yang luhur untuk senantiasa bersyukur atas apa yang
telah Tuhan anugerahkan pada diri bangsa Indonesia.
Letak geografis negara Indonesia yang mendukung, membuat keberagaman Indonesia semakin berwarna.
Menariknya lagi, dibalik keberagaman yang tinggi tentunya akan rentan terjadi
perpecahan dan bahkan menimbulkan konfllik, akan tetapi di Indonesia
sebaliknya. Keberagaman membuat bangsa indonesia semakin erat dalam hal
kerjasama dan bahu membahu dalam perihal apapun (budaya gotong royong).
Tentunya semua itu akibat nilai-nilai luhur yang sudah ada sejak ratusan tahun
yang lalu yang hidup dalam pola kehidupan leluhur bangsa Indonesia. Peran
Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa menjadikan
nilai-nilai baik tersebut bisa hidup dan bertahan sampai hari ini. Tentu kita wajib
untuk selalu melestarikan dengan semboyan yang menjadi semangat pemersatu dalam
setiap perbedaan “Bhinneka Tunggal Ika” bahwa benar-benar bangsa Indonesia
sudah terbiasa dengan perbedaan dan lebih berdamai pada diri bahwa sejatinya
perbedaan merupakan keniscayaan dari sang pencipta yang tidak bisa kita tolak
maupun dipertentangkan.
Salah satu contoh kecil diantara banyaknya keberagaman
tetapi masyarakat tetap rukun dan harmonis bisa pembaca temukan di pulau Bali.
Bali yang terkenal dengan pulau dewata atau pulau seribu pura tidak akan pernah
lepas dari masyarakat yang sabagian besar beragama hindu hanya sebagian kecil saja
yang beragama non-Hindu (minoritas). Namun perlu pembaca ketahui, bahwa hal
tersebut bukanlah sebuah kekhawatiran bagi masyarakat minoritas yang ada di
pulau ini. Hal itu terbukti dengan statemen yang disampaikan oleh Prof. Dr.
Made Yudana M.Pd seorang petinggi kampus perhotelan Panshopia sekaligus staff
dosen senior di perguruan tinggi negeri Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha)
menyampaikan sebuah statement bahwa hanya di Bali ketika umat islam merayakan
sholat hari raya idul fitri (Ied) yang menjaga adalah pecalang dari umat hindu.
Sebaliknya ketika perayaan hari raya Nyepi yang menjaga ke-khidmatan ibadah
masyarakat hindu adalah umat muslim. Dari gambaran tersebut dapat kita
simpulkan bahwa diantara keduanya sama-sama saling menghargai dan menjaga satu
dengan yang lainnya tanpa syarat apapun kecuali ketulusan dan keikhlasan
sebagai sodara sebangsa dan setanah air.
Tidak hanya sampai disitu saja sebagai sebuah contoh
dan kebenaran tentang masyarakat rukun dalam keberagaman, saya ingat betul
ketika Dr. Arqom salah seorang dosen UGM memberikan sebuah materi seminar pada tahun
2016 di Auditorium Undiksha. Beliau
menyampaikan bahwa di UGM kedatangan empat puluh mahasiswa yang berasal dari
Jepang yang melakukan penelitian tentang keberagaman masyarakat Indonesia
yang majemuk namun bisa hidup bersama
dengan rukun dan harmonis. Betapa kita berhasil menarik mata dunia, bahwa kita
merupakan salah satu role model tentang keberagaman yang baik-baik saja. Semua
ini tidak lepas dari peran Pancasila sebagai alat untuk mempersatukan semua
komponen keberagaman dalam diri bangsa Indonesia.
Jika Dibandingkan dengan negara-negara timur tengah,
Indonesia sudah jauh lebih baik dalam hal kerukunan umat dan bangsa. Padahal
negara-negara di timur tengah tidak lebih beragam dari negara kita. Harus kita
sepakati bersama hal itu tidak lepas dari fungsi Pancasila yang memiliki
pengaruh besar terhadap pencapaian kehidupan yang rukun, harmonis dan damai.
Bayangkan jika tidak ada Pancasila ditengah keberagaman yang ada, bukan tidak
mungkin bahwa bangsa Indonesia akan tertimpa hal-hal yang berbau konflik dan
perpecahan akibat penyakit keberagama seperti sikap primodialisme, sikap
etnosentris, bahkan fanatisme berlebih yang dapat membuat perpecahan dalam diri
bangsa Indonesia.
Akhir-akhir ini bangsa kita sedang terjagkit gejala
paham intoleran dan disintegrasi, seperti yang baru-baru ini muncul kembali
seperti GAM ataupun KKB (konflik bersenjata) Atau ideologi-ideologi yang datang
dari luar baik liberal maupun dari ideologi yang mengusung warna ekstrimis
agama yang menyebabkan sebagian bangsa Indonesia mengalami gejala membenci
sesama dan fanatisme buta bahkan tidak tanggung-tanggung setiap dogma yang
datang dari luar ingin mengubah budaya-budaya asli bangsa Indonesia (fenomena
arabisasi salah satu contohnya). Globalisasi dan perkembangan tekhnologi
ternyata belum di filtrasi dengan baik, sebagai bangsa yang moderat harusnya
kita bisa mengambil hal-hal yang baik dan memperbaiki hal yang kurang baik dari
setiap apa yang globalisasi suguhkan.
Saya sepakat dengan solusi yang mungkin dapat kita
ambil untuk merawat keberagaman dan merawat Indonesia. Seperti yang ditawarkan
oleh Angelo Maya bahwa sudah waktunya untuk setiap orang tua untuk mengajarkan generasi
muda bahwa di dalam keberagaman, ada keindahan dan kekuatan.
Atau bahkan jika perlu kita wajibkan untuk mengembangkan sikap toleransi dan
sikap tenggang rasa sedini mungkin dengan tujuan membentuk generasi yang
berkarakter sesuai manusia Pancasila. Hari ini kita benar-benar lupa Indonesia,
bahkan saya dan pembaca juga pernah melihat generasi kita lupa atau bahkan
tidak pernah tau bunyi tentang sila dalam Pancasila, lupa nama pahlawan yang
memperjuangkan kemedekaan bangsa Indonesia. Mereka lebih mengenal trend-trend
pembodohan dari negara liberal yang sebenarnya tidak sedikitpun ada nilai
mendidiknya, jika memang perlu bukti pembaca silahkan akses youtube tentang hal
tersebut.
Solusi yang
juga bisa kita terapkan melalui peran edukasi lembaga pendidikan, keluarga dan
kesadaran diri. Seperti apa yang sudah dilakukan oleh negara Finlandia untuk
mengenal negaranya. Bagaimana mereka memprioritaskan pendidikan usia dini dengan
memupuk sematang mungkin tentang budaya dan pengetahuan tentang hal-hal yang
berkaitan dengan negaranya (ke-Indonesiaan, khususnya pemahaman pada ranah
kognitif dan tataran praktis dalam hal keberagaman dan toleransi), artinya kita
siapkan generasi yang benar-benar mencintai dan peduli terhadap negara dan apa
yang ada di dalamnya. Melalui pendidikan, kita harapakan mampu mengubah apa
yang sedang menjadi carut-marut ditengah keberagaman masyarakat Indonesia,
semua kembali pada diri dan kesadaran masing-masing jika kita masih
mengandalkan atau menunggu yang diatas (pemerintah) terkadang mereka yang
diatas terlalu sibuk dengan urusan politik dan ekonomi hingga lupa apa yang sedang
terjadi dibawah. Apalagi ketika paham-paham yang mengancam keberagaman sudah
terlalu lama mengidap di pikiran manusia Indonesia tentu hanya dirinya
sendirilah yang dapat memperbaiki hal tersebut melalui pengetahuan yang mereka
miliki. Merawat Keberagaman dan Merawat Indonesia, dapat kita mulai dari kita
untuk menyiapkan generasi berkarakter manusia Pancasilais sedini mungkin.
Posting Komentar