Diskusi dengan senior HMI beberapa hari yang lalu
menghasilkan bahwa pemerintah saat ini sangat sensitif dengan adanya isu-isu Komunisme
yang muncul kembali di negara Indonesia, Indonesia punya masa lalu buruk dengan
ideologi yang dicetuskan oleh Vladimir Ilyic Ulyanov (Lenin).
Keterlibatan PKI pada peristiwa G30S/PKI, dalang atas terjadinya
tragedi berdarah tahun 1965. Kenyataan
pemerintah sangat sensitive dengan issu ini, dikuatkan
dengan berita kasus penangkapan Adlun Fiqri di Ternate yang diberitakan oleh Kompasiana, remaja yang menggunakan kaos
Palu Arit (Simbol Komunisme Indonesia) dan menyebarkan ajaran Komunisme di
media sosial pada 11 Mei lalu.
Paham komunisme sendiri merupakan sebuah paham yang
sangat anti dengan Pluralistik Demokratis, partai-partai komunis dimanapun
mencari monopoli kekuasaan dengan tujuan untuk mendirikan sistem Marxisme-leninisme
dibawah pimpinan partai eksklusif.
Hal tersebut bertentangan dengan Ideologi Pancasila
yang dianut oleh bangsa Indonesia dan sangat menjujung tinggi nilai Pluralitas
serta kehidupan berdemokrasi.
Jika kembali pada Pengalaman pahit dengan PKI,
membuat pemerintahan Orde baru dengan segala dukungan masyarakat luas secara
besar-besaran membubarkan PKI beserta oganisasi pendukungnya dan menutup jalan
kembali bagi paham Marxisme-komunisme
di Indonesia. PKI dan Ideologinya tidak mungkin
ditampung dalam pluralitas pola penghayatan dan atas dasar Pancasila.
Hingga saat ini yang
terjadi adalah pelarangan penyebaran paham Komunisme dengan dibukanya TAP MPRS
XXV Tahun 1966 “larangan paham komunisme
tetap berlaku” . Bukan hanya Marxisme-leninisme sebagai ideologi Komunisme
yang dilarang, tetapi saat ini seluruh ajaran marxisme dan bahkan pemikiran
Karl Marx pada umumnya secara De facto
dikeluarkan dari jangkauan perhatian ilmiah.
Sangat disayangkan pula, jika
ideologi Marxisme-komunisme juga disingkirkan dari materi yang dipelajari di Universitas-universitas
dan Perguruan-perguruan tinggi dalam rangka ilmu humaniora yang bersangkutan. Menurut
analisa saya ideology-ideology kiri (Marxisme-komunisme) yang mengancam
keutuhan negara dan ideology Pancasila harus disikapi secara Kritis dan
Argumentatif bukan untuk ditabuhkan dan dimitoskan sehingga menyebabkan phobia dan anomaly yang berlebihan serta agar tidak terjadi kebalikan dari apa
yang dipesankan dalam UUD 1945:
“kehidupan
bangsa tidak dicerdaskan, melainkan dibodohkan.”
Indonesia tidak perlu
khawatir, komunisme Indonesia merupakan anomaly
sejarah, ketika dunia global sudah mulai meninggalkan paham komunisme, di
Indonesia mulai menggeliat. Dan kebangkitannya akan digilas oleh mereka-mereka
yang mau belajar dan berpikir secara kritis serta argumentatif untuk menangkal
ideology radikal dan sindikalis semacam Komunisme-marxisme. Yang perlu kita kedepankan adalah sikap kritis tehadap
ideologi tersebut dan memfiltrasi apa yang baik dari ajaran
ideologi Marxisme-komunisme, sehingga kita dapat menarik hipotesa-hipotesa
untuk dijadikan simpulan awal dan dapat kita komparasikan dengan ideologi lain yang
dianut oleh banyak bangsa di dunia ini.
Seperti halnya Ir.
Soekarno yang rajin melakukan perbandingan saat ingin menyatukan bangsa Indonesia
bahkan yang saya baca dari tulisan F. Fragnis Suseno, Ir. Soekarno bertuakar
pikiran dengan tokoh kiri seperti Marx, hegel, Lenin dan Tokoh Kanan seperti
jawaharal Nehru, Mahatma Gandhi, dan Jamaludin al-Afghani untuk mencari tahu
dan mendapatkan kesimpulan tentang sosio-Demokrasi dan Sosio-ekonomi dalam
konsep kemanusian.
Satu contoh Ir. Soekarno
adalah manusia yang kritis
dan argumentative, Menurut saya Ideologi Pancasila sudah sangat Komplit untuk
menciptakan keadilan dan kesejahteraan bangsa Indonesia. Tentang
kesetaraan sosial yang menjadi andalan paham Marxisme-komunisme sudah tercantum
dalam Sila kaadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia tentu dengan cara yang
Pancasilais dalam kesetaran sosial tersebut, bukan dengan cara yang dicetus
oleh Marxisme-Komunisme sama rata sama rasa.
Posting Komentar