Menyoal tentang seni, Indonesia punya dua daerah yang meiliki iklim
berkesenian sangat tinggi yakni Bali dan Yogjakarta. Meski daerah-daerah
lain di Nusantara juga memiliki ciri khas kesenian yang juga tak kalah
indahnya, namun banyak yang setuju jika dua daerah itu, Bali dan
Yogyakarta, menjadi tempat singgah para seniman.
Maka dari itu, berbangga dan bersyukurlah masyarakat Bali, terutama
generasi penerus bangsa di Bali harus pandai-pandai melestarikan budaya
leluhurnya. Dalam pengalaman penulis 3,5 tahun menempuh pendidikan di
Bali, salah satu kesenian yang membuat saya tertarik dan kepincut bahkan
jatuh cinta adalah pertunjukan Tari Kecak.
Apa sih itu Tari Kecak? Orang Bali pasti tahu tentang Tari Kecak,
baik pengertian, makna hingga sejarahnya. Namun apakah bangsa Indonesia
tahu kesenian nasionalnya yang berada di Bali? Banyak yang tahu Tari
Kecak sekadar mendengar atau menyaksikan dari tayangan media.
Apa sih istimewanya Tari Kecak sehingga perlu kita jaga dan
dilestarikan? Tari Kecak merupakan salah satu jenis kesenian tradisional
dari Bali yang diciptakan pada kisaran tahun 1930 oleh seorang penari
sekaligus seniman dari Bali yakni Wayan Limbak.
Sebagai seorang seniman tentu saja Wayan Limbak sangat akrab dengan
para seniman lain, sebut saja Walter Spies yang merupakan seorang
pelukis dari negara Jerman, merupakan salah satu teman akrab Wayan
Limbak. Kedua sahabat inilah yang menjadi pencetus Tari Kecak yang
sangat terkenal hingga saat ini bahkan sampai ke dunia Internasional.
Pementasan dan pertunjukan tari tradisional dari Bali ini dapat
dengan mudah kita saksikan di beberapa wilayah seperti Uluwatu, areal
Garuda Wisnu Kencana, Ubud, dan Gianyari. Ekspresi para penari nan
memukau membuat para penonton tercengang akan penampilan mereka. Di lain
sisi musik pengiring hampir tidak ada, hanya suara dan lantunan
kata-kata yang berbunyi “cak-cak-cak-cak” terdengar dalam mengiringi gerakan tarian. Jika kita dapat menyaksikan Tari Kecak dari awal hingga akhir, maka
kita akan memahami mengenai alur cerita yang disajikan dari
gerakan-gerakan pementasan oleh para penari.Antusias masyarakat Bali akan keberlangsungan dan kelestarian kesenian
tradisional membuat banyak orang belajar dan tertarik untuk melakukan
tarian yang diciptakan oleh Wayan Limbak ini.
Tak heran jika hampir semua pemuda Bali khususnya para laki-laki
mampu melakukan gerakan tarian ini dengan cara duduk melingkar. Para
penari mengenakan pakaian khas bercorak kotak-kotak hitam putih mirip
dengan papan catur (kain poleng). Dari tahun 1970 Tari Kecak terus mengalami peningkatan, bahkan
pemerintah daerah setempat menjadikan tari ini sebagai icon budaya
masyarakat Bali. Jumlah penari pun tak terbatas kadangkala dilakukan
oleh puluhan orang atau bahkan lebih hingga ratusan sehingga
pementasannya sangat menarik dan memiliki karakter kesenian Bali itu
sendiri.
Pada tahun 70-an Wayan Limbak bekerja keras guna mempromosikan dan
mengenalkan tari kecak hingga ke mancanegara. Selain mengenalkan
keunikan dalam pementasan tarian ini tentu saja daerah asal kesenian ini
ikut melambung di dunia Internasional yang kemudian menarik para
wisatawan mancanegara untuk berkunjung ke daerah asalnya.
Tari Kecak tentu bukan hanya sekedar tarian biasa, seni tari yang
satu ini memiliki cerita sejarah yang memiliki peristiwa yang harus
selalu di ingat oleh generasi muda hari ini, pertunjukan sebenarnya
mengisahkan sebuah cerita Ramayana yakni pada peristiwa Dewi Shinta
diculik oleh Rahwana. Hingga akhir pertunjukan biasanya tari ini
menyajikan kisah pembebasan Dewi Sintha dari tangan Rahwana.
Guna mendukung cerita yang disajikan maka dalam pertunjukan tari
tradisional Bali juga harus terdapat beberapa tokoh yang memerankan
peran utama sebagai Hanoman, Sugriwa, Dewi Shinta, Rhama, dan Rahwana.
Jadi saat pementasan tari ada Dramanya juga sehingga membuat penonton
semakin tertarik menyaksikannya. Pada dasarnya dalam tarian yang berawal dari upacara Sanghyang ini
juga tersirat dari awal hingga akhir pertunjukan. Cerita pewayangan yang
di angkat dalam sebuah gerakan tari merupakan inovasi baru dalam usaha
melestarikan kebudayaan Hindu khususnya dalam kisah Ramayana.
Melestarikan Tari Kecak di Kalangan Generasi Penerus Bali
Globalisasi adalah kata paling mengancam dengan virus Westernisasinya
terhadap kebudayaan Tradisional dibelahan negara manapun. Banyak
budaya-budaya tradisional yang ditinggalkan tergantikan dengan budaya
westernisasi yang datang dari budaya kebarat-baratan. Seperti busana
berpakaian, makanan, stil rambut bahkan moral dan nilai dalam sebuah
pribadi ber-sosial. Globalisasi tentu tidak bisa kita tolak ataupun kita terima
sepenuhnya, karena globalisasi memiliki dampak negatif maupun Positif
yang perlu kita lakukan sebagai generasi penerus ialah berada diposisi
moderat dan pandai-pandai memfiltrasi setiap budaya asing yang masuk
dari hadirnya globalisasi, yang kita perlu dilakukan ialah menjadi
generasi yang berpindidikan dan berkarakter sesuai jati diri dan amanat
nasionalisme yang dianut berlandaskan local genius.
Globalisasi tidak dapat dihindari demi mempertahankan suatu budaya
leluhur justru dengan hal itu (tertutup) budaya itu sendiri akan
menjadi sesuatu yang kolot karena budaya memiliki sifat dinamis dan
harus dikembangkan tanpa mengurangi karakteristik budaya itu sendiri. Tentu generasi penerus Bali jangan sampai terjangkit dampak negatif
dari adanya arus globalisasi dengan include degradasi budaya local yang
dilestarikan dari masa ke masa oleh leluhur sampai hari ini, namun yang
terjadi hari ini Tari Kecak yang tidak lebih populer dari K-Pop Korea
ataupun boyband dan girlband. Jika hal itu terjadi maka generasi kita ke depannya tidak akan
memiliki kebudayaan yang menjadi suatu identitas, apalagi tari kecak
memiliki nilai religiusitas dan kesakralan yang teramat tinggi khususnya
bagi umat hindu yang menjadi mayoritas agama terbesar di Bali. Jangan sampai ada cerita pengklaiman budaya seperti yang terjadi
beberapa tahun yang lalu saat Tari Pendet diakui oleh negara tetangga.
Tentu peristiwa seperti ini tidak bisa kita untuk saling menyalahkan
baik cemohan/hujatan yang dilontarkan terhadap negara tetangga ataupun
bangsa kita sendiri. Yang jelas kenyataannya kita gagal mengintrospeksi diri dan lupa akan
budaya kita justru lebih tertarik mendalami budaya yang datang dari
luar sehingga lupa diri dan ciri khas, maka disini pentingnya kita
belajar budaya di jenjang pendidikan dari mulai tingkat paling rendah
hingga paling tinggi.
Di mata kancah nasional ataupun internasional Bali seperti surga
dunia dengan segala kemolekannya, maka yang perlu dilakukan oleh
generasi penerus di Bali untuk meneruskan citra Bali itu sendiri ialah
dengan merawat ingatnya akan leluhur, budaya dan apa yang menjadi ciri
khas kearifan localnya. Tentu hal semacam ini harus disertai dengan action nyata bahwa
benar-benar kitalah sebagai generasi penerus yang sangat menjunjung
tinggi budaya leluhur seperti Tari Kecak yang sudah bertahan dan
dilestariakan berpiluh-puluh tahun oleh leluhur dan orang tua kita. Perlu kita catat menjadi suatu bangsa apalagi sebagai penyandang
status generasi penerus bangsa, bahwa generasi yang gagal dalam suatu
negara adalah generasi yang lupa sejarah dan budaya hingga lupa jati
diri bangsanya sendiri.
إرسال تعليق