26 سبتمبر 2021

Merawat Keberagaman Merawat Indonesia


Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan, menciptakan binatang dan tumbuhan, menciptakan budaya dan bangsa, menciptakan wilayah dan lingkungan, mencipatakan iklim gunung dan pantai. Menciptakan agama, ras dan masyarakat antar golongan. Jika pembaca maknai dari apa yang telah Tuhan ciptakan, maka dalam hati yang terdalam ingin saya sampaikan bahwa “Tuhan tidak mau mengalami perihal bosan”. Merawatingat

Indonesia menjadi negara yang telah berhasil mempromosikan keberagaman dan toleransi khususnya dalam keberagaman sosio-religius dan pluralisme di kancah dunia internasional. Hal tersebut bukan tanpa bukti, bahkan Presiden Amerika Serikat Barack Obama telah mengakui dalam pidatonya ketika dirinya berkunjung ke Indonesia beberapa tahun yang lalu. Indonesia memiliki keberagaman agama, ras, bahasa dan masyarakat antar golongan namun semuanya bisa hidup harmonis dan damai berdampingan dalam setiap kehidupan berbangsa dan bernegaranya.  Anugrah terindah tersebut disanjung baik oleh masyarakat global terkait kerukunan dalam keberagaman yang bangsa kita miliki. Karena hal itu merupakan bagian dari prestasi yang sudah selayaknya sebagai bangsa yang luhur untuk senantiasa bersyukur atas apa yang telah Tuhan anugerahkan pada diri bangsa Indonesia.

Letak geografis negara Indonesia yang mendukung,  membuat keberagaman Indonesia semakin berwarna. Menariknya lagi, dibalik keberagaman yang tinggi tentunya akan rentan terjadi perpecahan dan bahkan menimbulkan konfllik, akan tetapi di Indonesia sebaliknya. Keberagaman membuat bangsa indonesia semakin erat dalam hal kerjasama dan bahu membahu dalam perihal apapun (budaya gotong royong). Tentunya semua itu akibat nilai-nilai luhur yang sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu yang hidup dalam pola kehidupan leluhur bangsa Indonesia. Peran Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa menjadikan nilai-nilai baik tersebut bisa hidup dan bertahan sampai hari ini. Tentu kita wajib untuk selalu melestarikan dengan semboyan yang menjadi semangat pemersatu dalam setiap perbedaan “Bhinneka Tunggal Ika” bahwa benar-benar bangsa Indonesia sudah terbiasa dengan perbedaan dan lebih berdamai pada diri bahwa sejatinya perbedaan merupakan keniscayaan dari sang pencipta yang tidak bisa kita tolak maupun dipertentangkan.

Salah satu contoh kecil diantara banyaknya keberagaman tetapi masyarakat tetap rukun dan harmonis bisa pembaca temukan di pulau Bali. Bali yang terkenal dengan pulau dewata atau pulau seribu pura tidak akan pernah lepas dari masyarakat yang sabagian besar beragama hindu hanya sebagian kecil saja yang beragama non-Hindu (minoritas). Namun perlu pembaca ketahui, bahwa hal tersebut bukanlah sebuah kekhawatiran bagi masyarakat minoritas yang ada di pulau ini. Hal itu terbukti dengan statemen yang disampaikan oleh Prof. Dr. Made Yudana M.Pd seorang petinggi kampus perhotelan Panshopia sekaligus staff dosen senior di perguruan tinggi negeri Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) menyampaikan sebuah statement bahwa hanya di Bali ketika umat islam merayakan sholat hari raya idul fitri (Ied) yang menjaga adalah pecalang dari umat hindu. Sebaliknya ketika perayaan hari raya Nyepi yang menjaga ke-khidmatan ibadah masyarakat hindu adalah umat muslim. Dari gambaran tersebut dapat kita simpulkan bahwa diantara keduanya sama-sama saling menghargai dan menjaga satu dengan yang lainnya tanpa syarat apapun kecuali ketulusan dan keikhlasan sebagai sodara sebangsa dan setanah air.

Tidak hanya sampai disitu saja sebagai sebuah contoh dan kebenaran tentang masyarakat rukun dalam keberagaman, saya ingat betul ketika Dr. Arqom salah seorang dosen UGM memberikan sebuah materi seminar pada tahun 2016  di Auditorium Undiksha. Beliau menyampaikan bahwa di UGM kedatangan empat puluh mahasiswa yang berasal dari Jepang yang melakukan penelitian tentang keberagaman masyarakat Indonesia yang  majemuk namun bisa hidup bersama dengan rukun dan harmonis. Betapa kita berhasil menarik mata dunia, bahwa kita merupakan salah satu role model tentang keberagaman yang baik-baik saja. Semua ini tidak lepas dari peran Pancasila sebagai alat untuk mempersatukan semua komponen keberagaman dalam diri bangsa Indonesia.

Jika Dibandingkan dengan negara-negara timur tengah, Indonesia sudah jauh lebih baik dalam hal kerukunan umat dan bangsa. Padahal negara-negara di timur tengah tidak lebih beragam dari negara kita. Harus kita sepakati bersama hal itu tidak lepas dari fungsi Pancasila yang memiliki pengaruh besar terhadap pencapaian kehidupan yang rukun, harmonis dan damai. Bayangkan jika tidak ada Pancasila ditengah keberagaman yang ada, bukan tidak mungkin bahwa bangsa Indonesia akan tertimpa hal-hal yang berbau konflik dan perpecahan akibat penyakit keberagama seperti sikap primodialisme, sikap etnosentris, bahkan fanatisme berlebih yang dapat membuat perpecahan dalam diri bangsa Indonesia.

Akhir-akhir ini bangsa kita sedang terjagkit gejala paham intoleran dan disintegrasi, seperti yang baru-baru ini muncul kembali seperti GAM ataupun KKB (konflik bersenjata) Atau ideologi-ideologi yang datang dari luar baik liberal maupun dari ideologi yang mengusung warna ekstrimis agama yang menyebabkan sebagian bangsa Indonesia mengalami gejala membenci sesama dan fanatisme buta bahkan tidak tanggung-tanggung setiap dogma yang datang dari luar ingin mengubah budaya-budaya asli bangsa Indonesia (fenomena arabisasi salah satu contohnya). Globalisasi dan perkembangan tekhnologi ternyata belum di filtrasi dengan baik, sebagai bangsa yang moderat harusnya kita bisa mengambil hal-hal yang baik dan memperbaiki hal yang kurang baik dari setiap apa yang globalisasi suguhkan.

Saya sepakat dengan solusi yang mungkin dapat kita ambil untuk merawat keberagaman dan merawat Indonesia. Seperti yang ditawarkan oleh Angelo Maya bahwa sudah waktunya untuk setiap orang tua untuk mengajarkan generasi muda bahwa di dalam keberagaman, ada keindahan dan kekuatan. Atau bahkan jika perlu kita wajibkan untuk mengembangkan sikap toleransi dan sikap tenggang rasa sedini mungkin dengan tujuan membentuk generasi yang berkarakter sesuai manusia Pancasila. Hari ini kita benar-benar lupa Indonesia, bahkan saya dan pembaca juga pernah melihat generasi kita lupa atau bahkan tidak pernah tau bunyi tentang sila dalam Pancasila, lupa nama pahlawan yang memperjuangkan kemedekaan bangsa Indonesia. Mereka lebih mengenal trend-trend pembodohan dari negara liberal yang sebenarnya tidak sedikitpun ada nilai mendidiknya, jika memang perlu bukti pembaca silahkan akses youtube tentang hal tersebut.

Solusi yang juga bisa kita terapkan melalui peran edukasi lembaga pendidikan, keluarga dan kesadaran diri. Seperti apa yang sudah dilakukan oleh negara Finlandia untuk mengenal negaranya. Bagaimana mereka memprioritaskan pendidikan usia dini dengan memupuk sematang mungkin tentang budaya dan pengetahuan tentang hal-hal yang berkaitan dengan negaranya (ke-Indonesiaan, khususnya pemahaman pada ranah kognitif dan tataran praktis dalam hal keberagaman dan toleransi), artinya kita siapkan generasi yang benar-benar mencintai dan peduli terhadap negara dan apa yang ada di dalamnya. Melalui pendidikan, kita harapakan mampu mengubah apa yang sedang menjadi carut-marut ditengah keberagaman masyarakat Indonesia, semua kembali pada diri dan kesadaran masing-masing jika kita masih mengandalkan atau menunggu yang diatas (pemerintah) terkadang mereka yang diatas terlalu sibuk dengan urusan politik dan ekonomi hingga lupa apa yang sedang terjadi dibawah. Apalagi ketika paham-paham yang mengancam keberagaman sudah terlalu lama mengidap di pikiran manusia Indonesia tentu hanya dirinya sendirilah yang dapat memperbaiki hal tersebut melalui pengetahuan yang mereka miliki. Merawat Keberagaman dan Merawat Indonesia, dapat kita mulai dari kita untuk menyiapkan generasi berkarakter manusia Pancasilais sedini mungkin.  

التسميات:

01 سبتمبر 2021

Chester Bennington: Sekuat Hati Menghibur Diri dan Orang Lain


Aku kuat di luar, tidak sepenuhnya. Aku tidak pernah sempurna, tetapi kamu juga tidak. Chester Bennington

Siapa yang tidak mengenal grup band Linkin Park, pasti diantara pembaca baik sebagai penggemar musik rock alternatif ataupun genre musik lainnya akan familiar dengan nama Linkin Park, sebab Linkin Park merupakan salah satu diantara grup musik yang paling terkenal di dunia. Singkat cerita, Linkin Park yang berasal dari Californa, USA. Band ini dibentuk oleh Mike Shinoda ketika itu dirinya berperan sebagai vokal sekaligus gitaris, serta Brad Delson yang juga berperan sebagai gitaris.  Pada mulanya Mike Shinoda dan Brad Delson membentuk band sejak mereka duduk di bangku SMA, awalnya band tersebut bukan bernama Linkin Park tetapi Xero. Dan ketika mereka menempuh pendidikan dibangku kuliah mereka menambah personil baru diantaranya Dave Farrel, Joe Hahn dan juga vokalis fenomenal mereka Chester Bennington yang menggantikan peran Mark Wakefield sebagai voklalis utama. Nama Xero yang digunakan sejak tahun 1996 sampai tahun 1999 menjadi cikal bakal terbentuknya Linkin Park, grup band yang identik dengan aliran metal rock alternatif. Namun pada tahun 1999 Xero mengganti namanya menjadi Hybrid Theory dan sukses mengeluarkan album pertamanya pada tahun 2000 yang berjudul Hybrid Theory yang mampu memperoleh sertifikasi Diamond oleh RIAA.

Satu sisi dibalik nama Hybrid Theorid, grup asal Wales juga memiliki nama yang sama sehingga pada akhirnya mereka berinisiatif dan memutuskan untuk mengganti nama grup mereka menjadi Linkin Park, dimana nama Linkin Park sendiri terinspirasi dari sebuah taman yang berada di Los Angles, USA. Taman tersebut adalah Lincoln Park.

Album-album Linkin Park pun booming hingga pada tahun 2000-an diawali dengan Hybrid Theory (2000) disusul album Meteora pada tahun (2003) dan album-album lain yang dikeluarkan oleh Linkin Park mampu memikat hati penikmat musik di berbagai negara. Puncaknya, mereka menjadi popular dan melegenda bahkan sampai hari ini. Yang menjadi perhatian dalam maksud tulisan ini, dibalik popularitas dan tenarnya Linkin Park ada suatu tragedi yang membuat hati jutaan fansnya merasakan sedih dan meninggalkan duka yang sangat mendalam, dimana vokalis Linkin Park yakni Chester Benninton memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan cara menggantung diri. Dibalik kesuksesan, kepopuleran, ketenaran, keluarga, dan juga jutaan fansnya tidak cukup membuat Chester berpikir dua kali untuk melakukan tindakan bunuh diri. Kadang saya sering berpikir, kurang apalagi? kekayaan, popularitas, ketenaran telah tercapai namun jalan hidup seseorang tidak bisa kita samakan, lantas apa yang menjadi motif dan dasar Chester Bennington memilih untuk melakukan perbuatan bunuh diri.

Beberapa sumber menjelaskan tentang motif Chester melakukan bunuh diri, mulai dari dugaan atas kepergian sahabatnya yakni Chris Cornell yang juga melakukan hal serupa yakni bunuh diri, depresi akibat trauma kekerasan seksual yang diderita semasa kecilnya hingga beberapa mengatakan  bahwa Chester bennington dibawah kendali alkohol seperti apa yang telah diberitakan oleh Rolling StoneNamun apapun motif atau dasar Chester mengakhiri hidupnya, bagi saya bukanlah suatu hal yang perlu dipermasalahkan dan diperdebatkan secara berkepanjangan yang dampaknya akan melebarkan persepsi publik yang menafsir kematiannya. Kepergian Chester Bennington harus bisa disikapi pada ranah hikmah apa yang bisa kita ambil dan bisa maknai selama masa hidupnya. Tentang motif dan alasan Chester Bennington melakukan bunuh diri sudah merupakan tugas pihak yang berwajib dan berwewenang untuk menemukan motif mengenai tragedi itu. Seperti kita ketahui bersama melalui pemberitaan yang mengejutkan oleh hampir semua media pemberitaan pada tanggal 20 Juli 2017 Chester Bennington ditemukan meninggal dunia dalam keadaan gantung diri. Pria berumur 41 tahun itu meninggal di dalam rumahnya yang berada di Palos Verdes, California – USA. Tapi jika boleh jujur, terlalu pendek jika kita menilai Chester Bennington atas tindakan bunuh dirinya. Secara subjektif saya salah satu orang yang mengagumi dirinya sebagai seorang kutu buku, rockstar, dan bagaimana dia bisa hidup kuat ketika berumur 6 tahun sampai 13 Tahun yang menjadi korban kekerasan seksual oleh teman-teman di sekolahnya, belum lagi dia harus menghadapi depresi yang dialami sepanjang hidupnya sehingga menyebabkan trauma yang berkepanjangan pada diri Chester Bennington. Ketika kasus kekerasan Chester Bennington terungkap dan ayahnya melaporkan kepada polisi pada waktu itu, justru Chester Bennington lebih memilih untuk tidak meneruskan proses hukumnya dikarenakan pelakunya juga merupakan korban kekerasan seksual. Coba sejenak kita pertihatikan dan amati lirik lagu yang dinyanyikan oleh Chester Bennington seperti Crawling, Leave Out All the Rest, What I’ve Done, In the End dan beberapa karya lainnya hampir semua lagunya menuangkan sebuah kondisi tekanan mental yang terjadi dalam dirinya. Chester Bennington seakan butuh support system untuk mengatasi ketakutannya. Saya ingat betul Chester pernah mengatakan bahwa apa yang dia tulis adalah sebuah refleksi atas apa yang telah terjadi dalam hidupnya, termasuk menulis lirik pada karya-karyanya. Chester juga pernah mengemukakan pesan seakan-akan memberikan suatu bukti bahwa dia bener-benar mengalami trauma yang mendalam dan mati-matian untuk melawan dan berusaha menguatkan diri sendiri disela-sela dirinya yang juga harus menghibur jutaan fans beratnya.

Beberapa anak sangat tertekan di rumah dan dengan cara orang memperlakukan mereka di sekolah sehingga mereka memotong diri mereka sendiri. Ini terjadi di seluruh dunia anak-anak yang tidak ingin bunuh diri, tetapi tidak ada yang mengerti betapa mereka terluka, sehingga mereka memotong diri mereka dengan pisau cukur.

Senada dengan pesan tersebut, ketika hari kematiannya TMZ melaporkan, Talinda istri Chester Bennington memberitahu jika suaminya pernah melakukan percobaan bunuh diri sebelumnya termasuk pada kejadian tahun 2006 ketika Chester Bennington meninggalkan rumah dengan pistol dalam keadaan mabuk berat dan kuku jarinya ditemukan dibawah iPhone miliknya. Talinda mengatakan bahwa hal tersebut merupakan kebiasaan Chester Bennington ketika dia sedang merasakan cemas yang berlebih dalam hidupnya. Bayangkan saja diumur Chester Bennington yang sudah masuk usia  41 tahun, masih tampak tetap kuat dalam menjalani segenap ketakutan dan kecemasannya sekalipun pada akhirnya dia memilih jalan untuk menjadi kalah karena masa lalunya. Chester Bennington berusaha menguatkan diri dan berusaha agar tetap terlihat baik-baik saja dihadapan jutaan penggemarnya dan orang-orang yang ada disekitarnya.

Aku kuat di luar, tidak sepenuhnya. Aku tidak pernah sempuran , tetapi kamu juga tidak

Sejatinya Chester Bennington membutuhkan support sytem untuk motivasi melawan rasa takutannya pada trauma dan depresi yang sesekali datang menimpa hidupnya, pesan mendalam untuk sesama manusia harus saling menguatkan karena diantara kita sejatinya sama-sama memiliki kekurang. Satu lagi hikmah yang bisa kita petik dari kisah vokalis fenomenal ini, khususnya pada semua orang tua dan orang dewasa ataupun siapa saja, bahwa setiap orang  ataupun harus mengajarkan dan meninggalkan pesan dan kesan baik pada setiap anak-anaknya baik itu secara tingkah laku, ucapan, ataupun sikap yang lain yang sekiranya sangat lekat perannya terhadap seorang anak. Jangan sampai menimbulkan suatu kesan buruk yang mendalam seperti kekerasan atau segala kata serupanya yang menyebabkan seorang anak ketika dewasa masih kecenderungan mengingatkan rasa sakitnya.


التسميات: