24 أبريل 2021

Catatan Bingung No.7: Warkop dan Lahirnya Ide



Kalian yang suka menyeduh kopi dan sedang menjalani fase demam ngopi, pasti sudah tidak asing dengan istilah Warkop atau kepanjangan warung kopi. Dulu kopi tak sepopuler hari ini, sekarang baik perempuan maupun laki-laki semua pada suka pakai hastag #ngopiskuy atau bagi mereka dilingkaran manusia-manusia kritis khususnya kalangan aktivis seringkali memakai hastag #ngopiidealis (sambil ngasih captions aneh-aneh sesuai frame atau ideologi berpikir masing-masing). Tapi, apapun hastag tentang kopi yang pasti, dihadapan kopi kita semua setara (nyindir penegakan hukum di negara Indonesia wkwkwk) dan tidak perlu filosofi-filosofian. Sebab secangkir kopi itu hanya butuh kepastian kapan kamu menyeduhnya. merawatingat

    Pada abad ini kopi menjadi minuman yang familiar dan lekat dengan kaum milenial, ntah kopi tersebut disuguhkan dalam bentuk Hot Coffe ataupun Ice Coffe. Saking populernya kopi dikalangan anak muda hingga aktivis kampus di singaraja yang notabane adalah mahasiswa memiliki suatu hal yang unik dan menarik, dimana mereka menjadikan kopi sebagai iconic kajian (diskusi) yakni kajian NGOPI "Ngobrol Pintar" dengan tema yang telah disepakati. Sungguh kopi menjadi hal yang baik jika dilarikan pada konteks tersebut. Alasannya sudah jelas, bahwa kopi sebagai rasa tertarik untuk ajang kumpul-kumpul sekalian diskusi.

    Seiring populernya kopi dan penikmat kopi juga Semakin menjamur, per-hari ini konsep warkop banyak dialihkan ke kedai-kedai kopi modern dan tentunya sesuai selera millenial (view kedai yang unik dan menarik) dan beberapa saja warung kopi yang bertahan dengan pola tradisional yang tidak menyediakan fasilitas ataupun view yang modern.  Dari segi harga tentu memiliki perbedaan,  jika kita ngopi di Warkop harga kopi berkisar tiga ribu sampai empat ribu, jika kita ngopinya di kedai-kedai modern akan varian harga kopinya mulai dari tujuh ribu sampai ratusan ribu dengan berbagai sajian kopi dari berbagai daerah seperti Timika,  Fak-fak,  Flores, Tambora, Rinjani,  Bali,  Argopuro, Nias dan daerah-daerah lain di Indonesia.  Namun, kopi tetaplah kopi yang lahir dari bumi Indonesia dan diakui oleh dunia bahwa kopi yang berasal dari Indonesia memiliki kualitas yang sangat baik. Tetapi perlu digaris bawahi, baik yang suka ngopi di warkop ataupun di kedai kopi modern keduanya sama saja (sama-sama pecandu, sama-sama pecumbu), sebab mereka semua sama-sama menikmati kopi dan punya selera dalam kebahagian dan sensasi menikmati kopi yang dia seduh. Pada tulisan ini tentunya tidak terlalu banyak  tentang dinamika apa yang didapat ketika kita ngopi di kedai kopi modern,  tapi fokus tulisan ini adalah dinamika tentang beberapa cakap-cakap di warkop yang menjadi buah pemikiran ide-ide liar dari si penikmat kopi. 

Warkop dan Lahirnya Ide

Dalam ilmu filsafat, ide bisa disebut sebagai gagasan. biasanya ide merujuk pada gambaran suatu objek dan juga dapat menjadi suatu konsep abstrak. - Merawatingat

    Dalam sub judul tulisan ini akan lebih menjelaskan pada pengalaman penulis selama sekian banyak hal yang didapat ketika menjalani aktivitas kongkow di warung kopi (baik selama menempuh pendidikan kuliah sampai hari ini menjadi buruh). Begini, menjadi sebuah keanehan dimana ketika saya berada di warung kopi,  gagasan-gagasan itu muncul lebih subur ketika berada di kelas kuliah maupun perpustakaan, mirip-mirip gejala intuisi yang tiba-tiba ada dan menjadi cikal-bakal menghasilkan suatu karya. Ntah karya itu berupa karya puisi ataupun tulisan-tulisan dalam bentuk lain di hadapan genangan kopi yang masih pekat yang dipesan untuk memuluskan nalar berpikir diri ini. Ketika seseorang duduk berjam-jam dalam kelas kuliah justru tidak satupun ide itu muncul sekalipun dibawah tuntutan SKS (terlalu serius terkadang ngga menjamin ilmu dan pengetahuan itu berkembang), namun ketika dalam keadaan ngopi justru ide-ide itu muncul ntah ide tersebut muncul karena realitas lingkungan yang kita lihat yakni orang-orang yang ngopi di warkop atau hal-hal lain yang menjadi objek dalam jam ngopinya. (ternyata akal ini tidak bisa berpikir jernih dan sehat jika tertekan, so bahagialah apapun kondisinya)

    Di warung kopi kebanyakan menjadi arena tongkrongan masyarakat kelas menengah kebawah. Tapi jangan dianggap remeh sebab di warung kopi keadaan dapat berubah layaknya forum akademik yang dimana penulis sering mendapati sebuah interaksi sosial yang marak terjadi. Ada saja topik yang diperbincangkan dan selalu aktual. Ntah dalam konteks kebudayaan lokal,  keadaan negara,  kebiasaan masyarakat, dan sebagainya. Dan di warung kopi juga sering sekali ngobrol politik loh,  dimana kajian tersebut menjadi perbincangan para orang tua yang nongkrong disana.  Dari gambaran tersebu penulis mengetahui tentang seberapa pengetahuan masyarakat yang nongkrong di warung kopi baik dalam mengenal dan memahami dinamika politik dan segala macam tema yang dijadikan topik perbincangan, apalagi kita baru saja melaksanakan Pemilu dan ceritanya masih belum kering (bertebaran baik berita isu maupun yang fakta) semua itu didapat dari tehnik nguping-menguping fenomena masyarakat yang sangat kompleks dan menarik jika dilarikan pada konteks Pendidikan Politik (sekalipun argumennya kemana-mana). Dari nguping-menguping orang-orang di warung kopi, ujung-ujungnya pasti akan diajak untuk nimbrung dalam lingkaran diskusinya (hal itu jarang kamu dapatkan ketika kamu nongkrong di kedai kopi modern) maklum,  apalagi jika itu di lingkungan desa. Interaksi sosial secara langsung pasti mudah kita temui dan kita akan tertarik untuk terlibat. Kita akan semakin leluasa untuk mendalami gagasan dan pengetahuan kita tentang kondisi pola pikir masyarakat di warung kopi yang rata-rata adalah masyarakat kelas menengah kebawah. Ternyata benar bahwa ilmu pengetahuan itu bertebaran dimana-mana dan sungguh Tuhan jamin hal itu tinggal bagaimana ide-ide yang lahir dari akal itu dilatih untuk selalu produktif berpikir. Terlepas itu di warung kopi ataupun dimana saja kita berada.

Cobalah keluar rumah, dan lihatlah akan banyak keajaiban yang perlu anda disyukuri. - Ali Bin Abi Thalib 

    Beberapa teman yang juga mengalami hal yang serupa. Apa karena semua itu disebabkan oleh kejenuhan berpikir karena sedari kita kecil kita selalu beranggapan bahwa belajar itu identik dengan seseorang yang berada didalam kelas (ada guru dan siswa). Dan ketika diluar sekolah arti belajar tentang ilmu pengetahuan hanya sebatas formalitas atau bisa jadi sunnah (boleh belajar boleh tidak). Jadi dapat dikatakan bahwa ternyata dalam aktivitas ngopi pun kita bisa melahirkan ide-ide penting sebagai suatu pembelajaran. Semisal ketika habis mengamati kegiatan di warung kopi, penulis beriniasiatif mengulas tentang apa sih yang dapat kita bijaksanai dalam nongkrong di warung kopi? Sehingga penulis bergairah untuk melahirkan tulisan tidak penting ini. Selamat Ngopi di warung kopi terdekat dan temui pengetahuan yang bermanfaat untuk membenahi kekurangan diri dan lebih peduli pada kondisi lingkungan sosial.

 



التسميات:

05 أبريل 2021

Catatan Bingung No.6: Aku Bukan Ternak


 Sebagai mahluk yang dibekali akal pikiran, hati nurani, mengenal aturan main serta mengenal yang namanya ajaran cinta, norma dan etika hingga menjadikan manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang paling mulia diantara mahluk ciptaan yang lainnya. Terlepas diri ini terlahir sebagai seorang perempuan ataupun laki-laki yang jelas kita terlahir sebagai manusia yang memiliki akal pikiran, dan tidak ada alasan untuk setiap manusia tidak menghaturkan syukur terhadap keyakinannya yakni Tuhan Yang Maha Esa.

Dalam hati sempat bertanya, kenapa bayi manusia sejak lahir tidak seperti bayi kuda yang langsung dapat berdiri dan bahkan di umurnya yang menginjak satu minggu dia sanggup memakan makanan yang setara dengan induknya yakni rumput liar. Berbeda dengan manusia semasih menjadi bayi, dengan pandangan mata yang belum sempurna, kulit masih lembut dan merah, ari-ari masih menempel di pusar dan bayi manusia lemah, yang bisa Ia lakukan hanya bisa menangis dan menangis, sembari ibu tersenyum dan ayah kita girang bukan main melihat kita dalam keadaan menangis pada hari pertama manusia mengenal dunia.

Dibalik hal tersebut, sungguh Tuhan sangatlah adil, ketika anak kuda jauh lebih mandiri daripada bayi manusia. Ternyata, Kuda ditakdirkan hidup di alam bebas dan liar dengan lingkungan saling bunuh dan saling mangsa. Sehingga alam yang mengharuskan kuda sudah dapat berdiri saat hari pertamanya lahir ke dunia. Berbeda dengan bayi manusia, ia masih dalam keadaan lemah dan tak berdaya, bayi manusia membutuhkan uluran tangan ibunya agar dia mendapat makan dan ASI dari ibunya. Lalu seiring berjalannya waktu, bayi manusia tumbuh ia bisa merangkak, berjalan dan berlari hingga menuju manusia dewasa yang dapat mandiri.

Namun serangkaian proses dan tahap yang dijalani pada pertumbuhannya, di situlah proses pembentukan akalnya tertempa, di mana saat umur satu sampai lima tahun ia akan mendapatkan ajaran cinta kasih dari kedua orang tua, mengenal etika dan norma dalam kebiasaan prilakunya baik dari lingkungan sosial maupun keluarganya, hal yang tidak pernah kuda dapatkan selama dirinya menjadi kuda. Ternyata manusia bukan untuk memangsa dan membunuh ataupun bertarung fisik untuk mempertahankan hidupnya. Tetapi, manusia ditakdirkan untuk menebar ajaran cinta dan kasih sebagai bentuk bahwa kodratnya adalah mahluk yang mulia dengan dibekali akal, cinta dan ajaran kasih.

Aku Bukan Ternak

Dari perbedaan kuda dan manusia, tentu dapat pembaca maknai bahwa dengan akal, manusia mampu menjadikan dirinya jauh lebih baik daripada kuda, melalui pedoman ajaran norma dan etika yang melahirkan cinta dan ajaran kasih. Serta dengan akal pikiran dan hati nurani yang dapat membuat manusia memiliki kepedulian terhadap manusia yang lain. Hal tersebut identik dengan manusia sebagai ciptaan-Nya yang paling mulia. Berbeda dengan Kuda yang telah dijelaskan di paragraf di muka. Namun realitas jaman terkadang banyak diantara manusia yang hidup bak ternak yang fungsinya hanya makan dan berkembang biak tanpa sedikitpun membawa kebermanfaatan terhadap sesamanya. Jenis manusia seperti ini adalah manusia yang kurang baik, jika dilihat dari sejatinya menjadi manusia. 

Ternak dapat berupa binatang apa pun. Namun, dalam percakapan sehari-hari orang biasanya merujuk pada ayam, angsa, kalkun, atau itik untuk unggas, serta babi, sapi, kambing, domba, kuda, atau keledai untuk mamalia. Dari semua binatang ternak yang telah disebutkan tugas mereka hanya makan dan beranak untuk menciptakan keuntungan bagi yang memelihara ternak tersebut. Namun, tidak untuk manusia yang menjadikan dirinya sendiri layaknya ternak, karena tidak ada yang memelihara manusia, kecuali Tuhannya. Namun yang menjadi pertanyaan, apakah Tuhan ridha jika melihat manusia yang memiliki sifat kebiasaan yang sama seperti ternak?. Maka, jika tidak ingin diidentikkan atau menyerupai sifat ternak sudah seharusnya kita menjadi manusia. Dengan berbekal akal pikir sebagai manusia kita diharuskan membantu sesama, menolong atas Sesama, terlebih-lebih memberikan manfaat bagi sesamanya dari apa yang kita punya. Punya itu tidak harus berupa uang untuk membantu, tidak membuang sampah sembarangan saja itu sudah membedakan diri antara ternak dan manusia. Apalagi, bagi mereka yang ringan tangan dalam memberi, dan berkarya dalam bentuk apapun sebagai rasa ingin berbagi hal baik atas dasar cinta dan kemanusian. So, jangan mau jadi ternak.



التسميات:

02 أبريل 2021

Catatan Bingung No.5: Socrates dan Nasi Jinggo



Kalian yang hidup di Bali ntah dalam hal ini sedang menjalani studi (perkampusan), bekerja, berlibur ataupun memang penduduk asli pulau Bali pasti mengenal yang namanya nasi jinggo. Pengertian nasi Jinggo silahkan bisa telusuri di mbah Google (siapa tau terjamah di wikipedia wkwkwkw) yang jelas nasi Jinggo satu familia dengan nasi kucing di Jogja, salah satu bedanya mungkin pada harga (bukan harga diri). “Makanan enak, baju indah dan segala kemewahan. Itulah yang kau sebut kebahagiaan, namun aku percaya suatu keadaan dimana orang tidak mengharapkan apa pun adalah kebahagiaan tertinggi.” Socrates (469 SM - 399 SM)

Sudah empat kali saya ke Jogjakarta harga nasi Kucing masih sama yakni kisaran tiga ribu sampai lima ribu rupiah,  sedangkan nasi Jinggo itu harganya pukul rata lima ribu rupiah diseluruh daerah di Bali (tidak berpatokan pada UMR setempat). Dari judul diatas tentu membuat kita bertanya,  kenapa ada nama Socrates yang bersanding dengan nasi Jinggo? Apa Socra gemar makan nasi Jinggo di Athena? Mari kita bingung sama-sama. Sebab bingung menandakan bahwa kita sedang berpikir.

Jika kita membaca tulisan Plato dalam karya buku-bukunya, baik itu Apologia ataupun Republik serta karya-karya yang lain pasti akan menemukan filsuf bernama Socrates didalamnya. Sebab hampir semua karya Plato selalu melibatkan pemikiran Socrates mengingat bahwa Plato merupakan murid dari Socrates, jadi banyak pemikiran-pemikirannya yang dipengaruhi oleh gaya berpikir Socrates.

Socrates hidup di Athena, dari seorang ayah yang berprofesi sebagai pemahat patung dan ibunya yang berprofesi sebagai bidan. Dibalik nama besarnya Socrates tidak satupun melahirkan karya tulis namun Socrates tidak lepas dari karya tulis muridnya yakni Plato dan Xenophen. Socrates identik dengan objek filsafat manusia yang menjadi cikal bakal Filsafat Etika dan Epistemologi sehingga dalam konteks sekup bidang tersebut Socra menjadi filsuf yang menitikkan pada sumber etika, filsafat moral dan filsafat dalam konteks umum. 

Sebagai seorang filsuf tentunya memiliki keunikan tersendiri baik pengalaman maupun cara berpikir yang beda dari manusia pada umumnya. Dalam tulisan David Melling yang berjudul Jejak langkah pemikiran Plato, akan kita temui tentang sedikit perjalanan guru dari Plato tersebut. Bahwa Socrates pernah ditanya terkait cara belajarnya dan cara Ia mencari pengetahuan dimana Socrates suka sekali melakukan dialog dengan para petani dan pemulung.  

Lantas Socrates bukan malah malu ataupun gengsi dengan pertanyaan tersebut, dengan bangga justru ia menjawab bahwa "setiap manusia itu terlahir sama ibaratkan sebuah donat yang semua dicetak dalam bentuk cetakan donat yang sama namun ketika donat tersebut matang donat tersebut bervariasi bentuknya. Ada yang bulatnya tidak beraturan dan ada yang bulatnya sempurna namun donat-donat tersebut sama bahan dan cetakannya, cuma setelah matang perlu diperbaiki bentuknya agar bulatnya seragam dan sama. Seperti itulah manusia"

Kebijaksanaan sejati datang ke masing-masing dari kita ketika kita menyadari betapa sedikit kita memahami tentang kehidupan, diri kita sendiri, dan dunia di sekitar kita.

Pada titik ini Socrates tidak memposisikan dirinya untuk menjadi pintar seperti kaum sofis di Athena namun untuk lebih bijaksana dengan mencari dan menggali pengetahuan dari setiap orang yang Ia temui di Athena (siapapun itu), baik itu kelas bangsawan maupun sekelas pemulung atapun petani. Semua sama-sama memiliki pengetahuan yang perlu Socrates maknai dan itu sangat penting baginya.

Lalu apa hubungannya dengan nasi Jinggo dengan Socrates yang menjadi judul dalam tulisan ini.  

Nasi Jinggo,  Socrates Banget... 

Jadi begini, saya menemui orang-orang dengan keterbatasan hidup yang ada pada masyarakat kecil. Namun mereka berjiwa luhur, mereka berpenampilan sederhana, tidak difasilitasi pemerintah dalam makanan sehari-hari,  tidak bermobil namun mereka pandai bersyukur dan suka membantu sesamanya. Mereka juga tidak sibuk melakukan korupsi karena tidak ada yang bisa dikorupsi,  tidak ada yang bisa ditipu karena yang mau ditipu status kelas sosialnya setara dengan dirinya tidak ada kelas atas di sekelompok dan lingkungan orang-orang itu jadi dapat dipastikan secara ekonomi mereka sama. Mereka adalah orang-orang yang setiap malam kutemui di angkringan Nasi Jinggo, mereka makan malam dengan harga nasi lima ribu ruliah. Di angkringan tersebut terjadi obrolan tentang apa yang harus dikerjakan besok hari agar dirinya bisa tetap bisa bertahan hidup meskipun berpenghasilan kecil ditengah zaman yang serba sulit namun tidak tertutup celah mereka untuk selalu bersyukur pada apa yang mereka yakini. 

Dalam konteks hal tersebut, kajian ikhlas dan tidak mengeluh adalah jiwa yang dibangun oleh Socrates dan selalu ditekankan kepada muridnya yang bernama Plato, bahwa janganlah mengeluh atas segala sesuatu yang terjadi.  Begitu pula pada mereka yang hampir setiap malam kutemui di angkringan nasi jinggo. Dan juga dapat disimpulkan bahwa orang-orang yang setiap malam kutemui di angkringan nasi jinggo tidak rakus akan ambisi yang ingin sekali kaya namun dengan yang seikitpun mereka sudah bisa bersyukur seperti yang Socrates katakan pada Plato:

Semakin sedikit keinginan kita, semakin kita menyerupai para Dewa. Makanan enak, baju indah dan segala kemewahan. Itulah yang kau sebut kebahagiaan, namun aku percaya suatu keadaan dimana orang tidak mengharapkan apa pun adalah kebahagiaan tertinggi.

Jadi, kesimpulan sederhananya dari apa yang ditulis dalam tulisan ini bukan Socrates makan nasi jinggo atapun di Athena ada yang berjualan nasi Jinggo.  Namun lebih pada nilai-nilai filosofis yang menjadi pandangan Socrates yang hidup pada sekeliling orang-orang yang setiap malam ketemui di angkringan nasi jinggo. 

 



التسميات:

Memaknai Bucin dari Kimia hingga Jalaluddin Rumi


Candi Sewu tidak akan pernah berdiri, kalau pangeran Bandung Bondowoso tidak mengalami bucin, Bucin itu Positif bagi mereka yang bisa memadai dan mampu menyikapi sebagai suatu semangat untuk berpikir dan bertindak” – Novi Penggiat Literasi Cakanca.id

Kita berada di abad dua puluh, abad dimana manusia modern sedang tumbuh dan berkembang ditengah arus modernisasi baik itu perkembangan ilmu pengetahuan maupun kemajuan tekhnologi. Perkembangan tersebut lantas  mampu membawa pengaruh pada setiap lini tatanan kehidupan masyarakat tanpa terkecuali pada bahasa pergaulan (komunikasi) dalam kehidupan sehari-hari, seperti munculnya beberapa istilah kata yang lekat pada anak-anak muda masa kini (kaum milenial). Sebagai suguhan realita, jangan bingung ketika hari ini kita banyak mendengar istilah-istilah yang tidak bisa diartikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) seperti misalnya kata; Anjay, Julid, Mager, Kuy, Sabi, Pap dan lebih tepatnya disebut sebagai bahasa gaul yang erat dan lekat dengan kehidupan anak-anak milenia per hari ini. Tujuan tulisan ini tidak untuk mengulas tentang istilah-istilah yang sudah disebutkan tadi (hal itu hanya sebagai contoh), melainkan lebih kepada mengulas kata yang serupa (sejenis), yang seringkali kita lihat dan didengar baik itu melalui komunikasi media sosial ataupun lingkungan sosial langsung. Atau bahkan pembaca pernah mengucapkannya dalam bentuk guyonan kepada teman ataupun sahabat ketika sedang bersama. Pernah ataupun tidak pernah, yang pasti istilah-istilah tersebut menjadi hits dan seringkali digunakan.

Perna kah kalian mendengar istilah Bucin yang dilontarkan oleh orang-orang disekitar kalian ketika melihat sesuatu yang berkaitan dengan sepasang yang sedang berkasih atau sedang melihat salah satu teman kita yang ingin sebaik mungkin menyatakan perasaannya baik dalam ucapan ataupun kepada lawan jenisnya dan apakah mereka terjangkit Bucin ? dan Bucin itu sebenarnya berupa apa? apakah sejenis nutrisi seperti apa yang telah ditulis pada judul tulisan ini.

Istilah Bucin tergolong istilah baru yang dipopulerkan oleh generasi kelahiran tahun 2000-an, dalam KBBI kata Bucin tidak mempunyai arti dengan kata lain bahwa Bucin tidak tercantum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sama halnya dengan istilah-istilah yang disampaikan pada paragraf dimuka. Bucin  merupakan kepanjangan dari Budak Cinta. Berbicara soal cinta dalam sudut pandang kimia tentu otak manusia memang diprogram untuk jatuh cinta, ketika kita jatuh cinta hormon dopamin diproduksi secara masif didalam otak manusia sehingga cinta mengalami candu seperti habis mengkonsumsi kokain. Tentunya dalam hal ini, seseorang akan mau melakukan apapun demi kesenangan dirinya yang membawa kebahagian.

Jika secara faktor kimia melibatkan otak maka di paragraf ini saya ingin katakan bahwa setiap manusia juga melibatkan hati dalam perasaan, tentunya juga akan melakukan hal sebaik mungkin untuk pasangannya. Tidak ada dalam kamus percintaan dan seni mencintai pasangan pada orang kita cintai dengan tujuan untuk melakukan hal-hal yang tidak baik apalagi sampai niat hati untuk menyakiti.  Jika memang tujuan jatuh cinta hanya untuk hal itu maka kondisi kejiwaannya perlu dihadapkan pada ahli physikologi siapa tahu sedang mengalami gangguan kejiwaan sehingga akan menjadi sebuah  masalah jika dibiarkan berkepanjangan. Sekalipun pada kenyataannya tidak bisa dipungkiri masih banyak diantara manusia baik laki-laki dan perempuan mengalami sakit hati, merasakan kekecewaan bahkan memupuk dendam sehabis menjalin kisah cinta dengan orang yang dicintainya.

Setiap orang yang memiliki pasangan tentu mengusahakan hal yang terbaik untuk suatu hubungan yang baik ataupun masih ranah status gebetan sekalipun tentu juga akan melakukan hal terbaik untuk menunjukkan kasih sayangnya. Namun apakah hal tersebut bisa kita anggap suatu budak cinta?. Saya tidak begitu sepakat jika apa-apa yang berkaitan dengan perlakuan kasih sayang, dianggap suatu perbudakan hingga menghilangkan sisi nurani dan akal sehatnya. Tidak semua tindakan dalam menunjukkan kasih sayang itu sebagai budak cinta. Kecuali memang berlebihan, dalam artian seseorang tidak menggunakan akal sehatnya lagi dalam menjalani cinta.

Dalam kamus tokoh-tokoh Physikologi bernama Abraham Maslow pernah berpendapat bahwa mengenai hal cinta merupakan proses aktualisasi diri yang mana dapat membuat orang melahirkan tindakan-tindakan kreatif dan produktif. Dengan adanya cinta seseorang akan mendapatkan kebahagian jika mampu membahagiakan orang lain yang dicintainya. Dan lebih gawat lagi jika kita membaca buku-buku tokoh physikologi seperti Erich Fromm yang secara kesimpulan mengatakan bahwa dengan adanya cinta seseorang dapat memecahkan tembok yang jadi pemisah dari manusia dengan teman-temannya, yang dapat menyatukan atau menghubungkan seseorang dengan orang lainnya. Bahkan Erich Fromm secara terbuka mengatakan bahwa cinta mampu menghidupkan empat unsur dalam setiap diri manusia berupa perhatian, tanggung jawab, hormat, dan pengetahuan. Jadi saya sepakat dengan dua tokoh hebat ini. Kepanjangan arti Bucin sebaiknya diganti saja bukan lagi budak cinta tapi mari kita “BUlatkan CINta” pada setiap apa yang sedang kita jalani dengan pasangan kita namun jangan sampai berlebihan. Terkadang cinta mati yang menyebabkan budak cinta itu menjadi sesuatu yang nyata yang menyebabkan setiap orang terkadang megenalisir setiap yang berhubungan dengan cinta denga label “lagi bucin ya..”, kira-kira begitu bunyi guyonannya. Sekali lagi cinta harus melibatkan hati dan pikiran yang sehat inilah yang disebut membulatkan cinta yang kita punya (bucin sebenarnya). Cinta mati pada pasangan sebagai contoh terkadang seseorang rela meninggalkan dan membuang keluarganya demi kekasih yang dicintainya, ini sebenarnya yang menyebabkan bucin ditafsir kesegala arah, liar seperti tanpa batasan pokoknya melihat teman kita punya gebetan dikatain budak cinta, romantis dikit dikatain budak cinta, sedang perasaan cinta tidak bisa kita hindari jika memmang sudah waktunya dan cinta bukanlah buatan manusia sebab rasa tersebut Tuhan yang menumbuhkannya.

Bulatkan cinta jangan setengah-setengah karena berlebihan juga tidak baik. Dengan kita membulatkan cinta kita pada seseorang akan  membuat otak manusia tumbuh bunga loh (bunga identik dengan keindahan dan memiliki arti positif, indah dan wangi) seperti apa yang dikatakan oleh Erich Fromm dengan empat unsurnya bahwa setiap yang orang Bucin akan mampu menumbuhkan perhatian, tanggung jawab, rasa hormat, dan mengembangkan pengetahuannya. Dan perihal Fromm juga senada dengan apa yang dikatakan dikatakan Maslow bahwa dengan Bucin seseorang akan mengalami proses aktualisasi diri yang mana dapat membuat orang melahirkan tindakan-tindakan kreatif dan produktif.

Dari hal itu bahwa sebenarnya Bucin adalah sebuah nutrisi bagi diri manusia tanpa kita sadari ataupun tidak. Kalian yang pernah melihat film  B.J Habibie dan Ibu Ainun betapa B.J Habibie sangat mencintai mendiang ibu Ainun, mereka berdua  juga Bucin loh hingga pada suatu puncaknya eyang Habibie sampai berjanji bahwa suatu hari nanti ia akan menciptakan pesawat untuk Ibu Ainun. Alhasil kekuatan cinta mampu membawa BJ Habibie membuktikan pesawat untuk ibu Ainun tidak hanya tokoh BJ Habibie saja, ada banyak diantara teman-teman saya ketika menulis mampu menghasilkan karya tulisan yang baik dan bagus ketika dia jatuh sedang cinta atau terinspirasi dari cinta yang sedang ia jalani terhadap seseorang (ini juga bagian dari Bucin) namun menghasilkan sesuatu yang hal yang positif bagi kualitas karya yang ia tulis. Dari kisah-kisah tersebut dengan segala penegasan bahwa Bucin adalah kekuatan untuk menggerakkan. Sebagai penutup tulisan ini ada hal yang perlu kita cerna dari apa yang Jalaluddin Rumi katakan dalam syair-syairnya sebagai suatu nasehat untuk diri ketika manusia mulai membulatkan cintanya maka cinta tersebut dapat mengubah kekasaran menjadi kelembutan, mengubah orang tidak berpendirian menjadi teguh berpendirian, mengubah pengecut menajadi pemberani, mengubah penderitaan menjadi kebahagian, dan cinta membawa perubahan-perubahan bagi siang dan malam, tentunya perubahan yang membawa dampak yang lebih baik pada diri sendiri dan terlebih pada orang-orang disekitarnya. Bucin juga akan berdampak baik jika kapasitas isi kepala dan cara menyikapi juga baik maka disinilah maksud mengapa bucin itu perlu bagi kehidupan sehari-hari manusia sebagai suatu nutrisi agar kita tetap menjadi manusia yang lebih baik.


التسميات: